Oleh: Isdjulaedi Bakri
Selamat Hari Kartini. Semangat dan maju terus wanita Indonesia! Harapannya catatan ringan ini tidak meleset, tayang pas Hari Kartini lah. Semoga
Ngomongin tentang wanita memang menarik. Tadi di Whatsapp group lain ramai membahas tentang emansipasi wanita, dan kemudian terus meluncur hingga tentang Srikandi Migas Indonesia. Srikandi yo mesti Indonesia, rek. Nek Amerika Serikat, Wonder Woman
Kebetulan ada yang melempar pertanyaan, bagaimana emansipasi wanita di Arab Saudi yang dikenal seolah-olah di sana itu wanita terbelenggu kebebasannya. Untuk mengobati penasarannya, ini jawaban saya. Kebetulan pernah lama tinggal di Arab Saudi:
Peran Wanita di dunia Arab
Ada dua hari besar yang diperingati sebagai apresiasi untuk wanita-wanita di Indonesia. Tanggal 21 April sebagai Hari Kartini dan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu. Hari-hari itu dimaksudkan untuk merayakan kebangkitan semangat dan untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara bagi wanita Indonesia. Hari yang juga sering dianggap merupakan titik kebangkitan dari diskriminasi menuju emansipasi wanita yang sebelumnya lekat dengan stereotipe hanya dekat dengan kasur, sumur, dan dapur.
Jika berbicara tentang diskriminasi dan emansipasi wanita, barangkali cukup menarik jika kita sedikit melirik bagaimana peran wanita di dunia Arab, KSA (Kingdom of Saudi Arabia) khususnya, yang sangat sulit untuk bisa lepas dari keterkaitannya dengan Islam. Dari pemahaman saya selama hampir 8 tahun tinggal di sana sebetulnya diskriminasi dan emansipasi itu hanyalah istilah dunia Barat saja. Di dalam Islam atau di dunia Arab tidak dikenal istilah itu, yang ada adalah pemahaman atas pembagian peran masing-masing sesuai kodratnya. Dalam peranannya masing-masing tidak ada batasan untuk wanita di sana, mau berkarir setinggi-tingginya silakan. Gambaran gamblangnya, di sana profesor doktor wanita juga banyak, hampir semua dokter kandungan dan dokter anak juga wanita, kepala sekolah, dosen, rektor, dan dekan sekolah perempuan juga wanita (karena sekolah laki-laki dan perempuan memang dipisah di Arab Saudi). Di Saudi Aramco, perusahaan minyak milik pemerintah Arab Saudi, juga tidak sedikit pegawai profesional wanita yang tersebar di berbagai department seperti medical, research and development, information and technology, human resources, dll. Memang sih tidak sebanyak di negara lain. Salah satunya, Ms. Naila Mousli adalah salah satu Petroleum Engineer wanita yang pada tahun 1980 berhasil menduduki posisi sebagai Manager of Reservoir Engineering wanita pertama. Di sana juga pernah ada seorang senior consultant geologist wanita asli Arab Saudi yang sangat disegani dan dihormati baik secara nasional, regional maupun international karena prestasinya dan perannya di dunia eksplorasi migas di Arab Saudi. Saya lupa namanya. Beberapa tahun lalu beliau sudah pensiun.
Pada zaman Rasulullah s.a.w beliau juga membawa prajurit perempuan dalam medan perang tapi tidak di garis depan, salah satunya adalah putri beliau, Fatimah Az-Zahrah, yang membantu menolong dan mengobati prajurit yang luka dalam peperangan serta istri beliau, Aisyah, yang menyediakan makanan dan mengurus logistik. Istri pertama beliau, Khadijah, juga dikenal sebagai seorang saudagar atau entrepreneur yang sukses. Sesudah Rasulullah wafat, kalifah Umar mengangkat ummu As-Syifa' al-Ansyoriah sebagai pengawas pasar di Madinah, kalau sekarang barangkali setara menteri koordinator bidang ekonomi.
Lalu kenapa tidak ada pemimpin perempuan di sana? Karena mereka sangat-sangat menyadari akan peran masing-masing. Dalam Islam, laki-laki mendapatkan peran sebagai pemimpin. Semua nabi dan rasul adalah laki-laki, imam salat harus laki-laki kecuali makmumnya juga perempuan. Kepala keluarga juga laki-laki. Perempuan mendapat peran yang lebih penting dan terhormat yaitu melahirkan, menyusui, mendidik, dan menciptakan pemimpin-pemimpin tadi termasuk nabi dan rasul. Bahkan nabi Isa lahir dan dibesarkan hanya oleh seorang perempuan tanpa perlu seorang laki-laki, kan? Peran wanita yang tidak bisa digantikan oleh laki-laki. Seorang presiden atau raja yang kuat, baik dan disegani di dunia pun tidak akan berani sama ibundanya. Kita pun seringkali nggak berkutik dihadapan "ibunya anak-anak". Bener enggak? Hayoo..ha...ha....
Kita bebas memilih peran. Semua ada konsekuensinya. Bahkan mau bertukar peran ya monggo asal tahu dan siap menanggung risiko dunia akhirat. Misalnya istri gantian menjadi kepala rumah tangga mencari nafkah dan suami di rumah, masak, mengasuh, mendidik, dan membesarkan anak termasuk menyusui. Mau? Aku sih yo emoh, rek. Mator sakalangkong ae wis..ha...ha....
Jadi intinya di Arab Saudi atau di Islam soal profesi soal karier wanita juga bebas berkompetisi dengan laki-laki. Kalau dianggap belum ada yang menonjol barangkali mereka belum beruntung atau telah memilih peran yang sesuai, menurut dia. Wanita itu memang sudah hebat dari sananya. Istimewa! (IB)
Sumber foto: DW