Grasberg yang Dipergunjingkan

2016-01-12 07:32:54 Kebumian

Opini yang jernih dari Prof Sari Bahagiarti Kusumayudha, rektor UPN Veteran Yogyakarta yang juga Alumni Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta Angkatan 1975, ini sudah dimuat pada media massa cetak Yogyakarta, Kedaulatan Rakyat, beberapa waktu lalu.

Berikut salinan opini Prof Sari Bahagiarti Kusumayudha terkait ramai-ramai putus-sambung kontrak karya PT Freeport Indonesia:

Belakangan ini topik pergunjingan yang mencuat di media massa adalah terkait kontrak Freeport yang mencatut nama Presiden. Ada apa sebenarnya dengan tambang tersebut? Konon, di salah satu tempat tertinggi Indonesia, terpencil, terdapat sebuah dunia yang menakjubkan.

Di sana dijumpai salju abadi daerah tropik yang menjadi ikon Pegunungan Jaya Wijaya dan kini mulai menipis. Di sisi lain terdapat gunung-gunung yang semula menjulang, kini telah rata bahkan menjadi cekungan raksasa. Di lokasi inilah beroperasi penambangan emas terbesar di dunia oleh PT Freeport Indonesia.

Sejarah panjang Freeport diawali dari ekspedisi tahun 1936 yang menemukan Ertsberg, sebuah gunung bijih di Jaya Wijaya. Dilanjutkan dengan ekspedisi berikutnya zaman Soekarno di tahun 60-an. Kebijakan Pemerintah masa itu tidak memungkinkan Freeport beroperasi di Indonesia. Ketika Soeharto memerintah, ditandatanganilah kontrak karya antara Freeport dengan Indonesia untuk masa 30 tahun. Selanjutnya Ertsberg pun digali untuk mendapatkan tembaga, emas, dan perak. Sebuah kota sejuk dan asri dibangun di kaki Jaya Wijaya diberi nama Tembagapura, dan kota cantik di dekat Timika, Kuala Kencana.

Ertsberg terus dieksploitasi. Dihancurkan bebatuannya, dikeruk, diambil kandungan logamnya untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku berbagai barang kebutuhan hidup manusia, mulai dari barang-barang kebutuhan primer, sekunder, hingga tersier atau barang kesenangan yang hanya merupakan simbol prestise seseorang. Hasil penambangan Ertsberg berupa konsentrat mengandung emas, perak dan tembaga yang kemudian diekspor ke luar Indonesia. Dari operasi pertambangan bijih ini, Pemerintah Indonesia mendapatkan bagi hasil sebesar 8,5%. Sekarang Ertsberg tinggal kenangan, telah lenyap dari muka bumi.

Freeport tumbuh menjadi raksasa pertambangan emas dunia sejak diketemukannya Grasberg yang jauh lebih besar daripada Ertsberg. Perpanjangan kontrak karya pun dilakukan pada tahun 1991 untuk 30 tahun dan 2 X 10 tahun berikutnya. Sejak Grasberg dieksploitasi, produksi tambang meningkat sangat pesat dari semula maksimal sekitar 20.000 ton/hari menjadi mencapai di atas 150.000 ton/hari. Pada awalnya penambangan lebih banyak dilakukan secara open pit.

Namun selaras dengan berjalannya waktu, setelah Grasberg berubah menjadi cekungan, atas pertimbangan keekonomian, maka penambangan beralih ke sistem underground (penambangan bawah tanah). Pada tahun 2017 nanti, open pit mining untuk Grasberg akan dihentikan. Menurut sumber yang dapat dipercaya, pada tahun 2015 cadangan Grasberg sekitar 2,2 triliun ton bijih, menghasilkan sekitar 1,02 juta ton tembaga, 0,83 kilo ton emas, dan 4,32 kilo ton perak. Dengan sumber daya tersisa sebesar 2,5 triliun ton bijih, yang mampu menghasilkan 0,66 juta ton tembaga, 0,59 kilo ton emas, dan 3,55 kilo ton perak.

Berdasarkan kontrak karya tahun 1991, jika tidak diperpanjang, maka pada tahun 2041 tambang besar di Pegunungan Jaya Wijaya akan beralih ke pangkuan Ibu Pertiwi. Nasionalisasi tentu akan mengangkat martabat bangsa ini. Jika tidak sekarang, kapan lagi, kalau bukan kita, siapa lagi. Meski harus diakui, Freeport telah menorehkan pena emas di Nusantara, mengembangkan teknologi canggih pertambangan, menerapkan sistem pengelolaan yang serba teratur dan terukur, dan memberdayakan sumber daya insani yang 90% pribumi. Tenaga-tenaga ahli terbaik Indonesia dari berbagai disiplin ilmu terlibat dalam operasional Freeport.

Menuju tahun 2041 segala sesuatu harus disiapkan matang-matang sejak dini, akankah kontrak diperpanjang ataukah tidak. Berbagai isu, skenario, dan spekulasi mencuat, bahkan ada makelar negosiasi perpanjangan kontrak. Pemerintah memberi sinyal untuk tidak akan memperpanjang kontrak. Namun bagaimana dengan komitmen pemerintahan yang akan datang?

Berbagai pertanyaan muncul, jika kontrak Freeport tidak diperpanjang, siapa nanti yang akan mengelola tambang emas terbesar di dunia tersebut? Saat ini ekselensi Freeport telah diakui dunia.

Harapannya, jangan sampai sistem yang sudah terbangun baik, dihancurkan oleh bangsa sendiri. Jangan sampai harta karun tak ternilai ini nanti hanya menjadi rayahan dan bancakan para koruptor. Dan jangan sampai kelak muncul poster bergambar orang bule berlatarbelakang Grasberg, bertulisan: "Piye kabare le? Rak isih kepenak jamanku ta?".

Bagaimana menurut kita? Beberapa hal terkait kuantitas endapan mineral yang disampaikan Prof Sari Bahagiarti Kusumayudha memang layak dikritisi. Tapi pesan yang disampaikan cukup jelas dan diperjelas dengan kalimat yang sepertinya sengaja ditempatkan paling bawah oleh Prof Sari Sari Bahagiarti Kusumayudha. (WA)

 

Sumber Gambar: Mining.com

© 2015 - 2024 IAGEOUPN.OR.ID. All rights reserved.