Polemik FABA Batubara. Untuk Apa Dan Atau Untuk Siapa?

2022-04-13 02:56:31 Kebumian

Tulisan ini milik Stev Nalendra dan pernah dimuat di majalah IAGI. Stev Nalendra ini lah yang mendesain logo IAGEOUPN. Ketika itu dia masih mahasiswa kalau tidak salah, sekarang Stev sudah menjadi pengajar di Universitas Sriwijaya di Palembang. Berikut adalah tulisan lengkap Stev Nalendra dengan judul seperti di atas

---

Pemanfaatan batubara untuk energu pembangkit listrik selama ini selalu menuai kontroversi. Jika menilik dari sisi ekonomi, memang penggunaan batubata itu lebih menguntungkan karena relatif lebih murah jika kita bandingkan dengan sumber energi lainnya. Namun, dari sisi ekologi pemanfaatan batubara apalagi secara terus menerus dikhawatirkan bisa membuat kualitas lingkungan termasuk juga kesehatan kita sebagai manusia semakin menurun.

Ternyata kontroversi ini juga berlaku bagi limbah yang dihasilkan dari pembakaran batubara. Terlebih setelah Presiden Joko Widodo akhirnya memutuskan untuk mengeluarkan limbah batubara ini dari kategori Bahan Berbahaya dan Beracun atau yang kita kenal dengan B3.

Apa argumentasi pemerintah dan seperti apa pro - kontra limbah batubara ini?

Regulasi terbaru dan sedang hangat diperbincangkan terkait limbah batubara ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 (PP No. 22 Tahun 2021) tentang Penyelenggaraan Perlingdungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah diteken oleh Presiden Joko Widodo sejak tanggal 2 Februari 2021. Nah regulasi ini merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang selalu menuai kontroversi hingga belakangan ini. Regulasi terbaru ini sekaligus juga menjadi pengganti PP No. 101 Tahun 2014 tentang Limbah B3.

Nah jika dicermati PP No. 22 Tahun 2021 pada Pasal 459, Ayat 3, Huruf C disebutkan:

“Pemanfaatan Limbah Non B3 salah satunya dapat digunakan sebagai bahan baku.”

Muncul berbagai perspektif yang ambigu berujung dualisme diantaranya, limbah apa ini yang dimaksud dalam pasal ini? PP No. 22 Tahun 2021 tersebut juga tertera penjelasannya pada Lampiran XIV, Pasal 459, Ayat 3, Huruf C, bunyinya:

“Pemanfaatan Limbah Non B3 sebagai bahan baku yaitu pemanfaatan Limbah Non B3 khusus seperti fly ash batubara dari kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga UAP (PLTU) dengan teknologi boiler minimal Circulating Fluidized Bed (CFB) dimanfaatkan sebagai bahan baku konstruksi pengganti semen pozzolan.”

Nah, padahal pada regulasi sebelumnya yakni PP No. 101 Tahun 2014, kategori fly ash masih masuk Limbah B3. PP No. 101 Tahun 2014: FABA sebagai Limbah B3. Lalu PP No. 22 Tahun 2021: FABA bukan Limbah B3.

Apa yang dimaksud dengan fly ash?

Menukik lebih dalam, fly ash merupakan sisa hasil pembakaran batubara berupa material- material yang terbang ke atas, wujudnya kurang lebih seperti debudengan ukuran yang sangat halus. Maka begitu disebut sebagai fly ash. Selain fly ash, pembakaran batubara juga menyisakan yang namanya bottom ash, yaitu material-material yang mengendap di bawah. Dengan begitu, dua limbah tersebut dikenal sebagai FABA – fly ash and bottom ash.

Genetik FABA dilugaskan oleh Rita Susilawati dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diprakarsai Pusat Sumber Daya Mineral Batubara dan Panasbumi (PSDMB) 25 Maret yang lalu. Susilawati mengklasterisasi menjadi:

Fly ash: residu hasil pembakaran batubara berukuran halus hasil penguraian mineral silikat, sulfat, dan karbonat dalam batubara. Lebih ringan sehingga dapat terbang.
Bottom ash: berukuran lebih besar tentunya lebih berat dari fly ash, sehingga akan mengendap, sebagian tersusun oleh unsur Si, Al, Fe, Ca, Mg, Na, dan unsur lainnya.

Batubara idealnya berasal dari material organik yang kemudian memiliki sifat energi. Namun dalam genesa batubara banyak proses geologi yang memuatnya, hingga akhirnya dalam batubara juga dijumpai material inorganik sebagai impurities. Jika batubara dioptimalkan maka material inorganik tersebutlah yang berubah menjadi residu, kemudian diistilahkan dengan abu. Lebih lanjut, abu batubara (ash content) tergolong menjadi dua yaitu fly ash (85-90%) dan bottom ash (10-15%).

Apa professional adjustment dari pemerintah? Mengapa FABA sudah tidak lagi dikategorikan Limbah B3? Serta putusan dari pemerintah ini diklaim telah berdasar kajian ilmiah.

Termasuk diantaranya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang merespon dan menegaskan bahwa tidak semua Limbah FABA menjadi Limbah Non B3.

Penjelasan KLHK terkait FABA: FABA hasil pulverize coal/chain grate stoker: Limbah Non B3. FABA hasil stoker boiler dan tungku industri: Limbah B3.

Limbah FABA yang masuk dalam kategori Limbah Non B3 adalah limbah yang hasil pembakaran batubara pada PLTU yang telah menggunakan teknologi canggih disebut dengan Pulverize Coal atau Chain Grate Stoker. Melalui teknologi ini pembakaran dilakukan dengan temperatur tinggi. Berdasar suhu yang sangat tinggi sehingga karbon yang terkandung dalam FABA tersebut jadi lebih minimum dan lebih stabil. Ini yang membuat Limbah FABA tidak lagi masuk ke Limbah B3 dan harapannya dapat dioptimalkan. Beberapa pemanfaatan FABA diantaranya adalah: bahan bangunan; substitusi semen dan jalan; tambang bawah tanah; termasuk juga restorasi tambang; serta manfaat lainnya seperti geopolymer concrete.

Sementara itu ada FABA jenis lainnya yang dihasilkan dari teknologi yang belum secanggih pulverize coal. Dengan begitu FABA yang dihasilkan dari PLTU yang menggunakan teknologi stoker boiler dan tungku industri masih masuk kategori Limbah B3. Hal ini disebabkan pembakaran batubaranya menggunakan temperatur yang rendah sehingga tidak terbakar dengan sempurna dan membuat karbon-karbon dalam Limbah FABA ini tidak stabil saat disimpan.

Kedepannya, walaupun sebagian Limbah FABA ini tidak lagi masuk dalam kategori B3, pemerintah menegaskan bakal tetap mengawasi pemanfaatan limbah ini. Terlebih prediksi tahun ini, pemerintah mengatakan jumlah FABA yang dihasilkan mampu mencapai 17 juta ton. Estimasi tersebut setiap tahunnya akan meningkat hingga proyeksi Tahun 2050 hampir menyentuh angka 50 juta ton, tepatnya 49 juta ton. Kajian formulasi tersebut yang harus dimanfaatkan oleh para pengusaha batubara.

KLHK juga melengkapi penekanannya, bahwa perusahaan dilarang membuang Limbah FABA sembarangan. Namun seperti sediakala, putusan pemerintah tak pernah lepas dari pro dan kontra.

Pihak Pro -> FABA bukan Limbah B3

Pihak yang mendukung putusan pemerintah pastinya dari kalangan pengusaha. Sedari awal usulan mengeluarkan FABA dari Limbah B3 tersebut sudah disuarakan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan 16 asosiasi yang ada didalamnya.

“FABA dari kajian akademik itu sebetulnya bukan B3, malah bisa didaur ulang dan mempunyai nilai ekonomis, ketimbang ditumpuk jadi hamparan yang akan mencemari tanah dan timbul masalah baru.” - Hariyadi Sukamdani (Ketua APINDO) 

“Tingkat pemanfaatan Limbah FABA di Indonesia sampai saat ini masih tergolong sangat rendah yaitu hanya 0-2% dari total Limbah yang dihasilkan per tahunnya ada sekitar 10-15 juta ton di Indonesia. Nah sejumlah Limbah FABA per tahunnya itu banyak yang tidak termanfaatkan.” - Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI)

Senada dengan APINDO dan APKI, maka PT. Bukit Asam, Tbk (PTBA) yang notabene-nya perusahaan yang bergerak diekstraksi batubara juga menyambut baik.

“FABA sudah tidak masuk lagi dalam Limbah B3 di negara-negara maju. Terutama di Eropa, it sudah tidak ada masalah lagi dengan limbah ini karena tidak masyj limbah beravun.” - Arviyan Arifin (Direktur Utama PTBA)

Lebih luas selain di Eropa, APINDO juga menyebut ada negara lain yang melakukan hal serupa bahwa FABA bukan lagi B3. Misalnya US bahkan termasuk beberapa negara Asia ada Tiongkok, Jepang, India, dan Vietnam juga tidak memasukkan lagi Limbah FABA dalam kategori B3. Negara-negara tersebut sekaligus telah memanfaatkan Limbah FABA hingga 40-80%. Jadi jauh lebih tinggi daripada yang dilakukan Indonesia yang hanya 0-2%.

Pihak Kontra -> FABA sebagai Limbah B3

Namun tetap saja keputusan pemerintah ini menuai kritikan keras nan tajam dari berbagai aktivis lingkungan. Seperti yang telah disinggung diawal bahwasanya sangat bertolak belakang antara sisi ekonomi dan sisi ekologi. Salah satu yang mengkritik adalah Wahana Lingkungan Hidup atau dikenal dengan WALHI, ini mendesak Presiden joko Widodo untuk mencabut aturan ini. Menurut Direktur Eksekutif Nasional WALHI yaitu Nur Hidayati

“Pengubahan limbah-limbah B3 menjadi Limbah Non B3 secara keseluruhan tanpa melalui uji karakteristik setiap sumber limbah spesifik, menunjukkan pemerintah telah sembrono dan membebankan risiko kesehatan di Pundak masyarakat” - Nur Hidayati (Direktur Eksekutif Nasional WALHI)

Menurut WALHI agar Limbah FABA bisa dimanfaatkan itu tadi keliru. Karena sebenarnya Limbah B3 masih bisa dimanfaatkan melalui pengujian karakteristik yang telah diatur dalam PP No. 101 tahun 2014 tanpa harus mengleuarkan Limabh FABA dari kategori B3 menjadi Non B3.

Kritik keras juga dilayangkan oleh aktivis lingkungan lainnya, kali ini dari Lembaga lingkungan Trend Asia.

“Penghapusan FABA dari kategori limbah berbahaya ini adalah bagian dari paket kebijakan besar (grand policy) yang secara sistematis dirancang untuk memberikan keistimewaan bagi industri energi batubara mulai dari hulu ke hilir.” - Andri Prasetiyo (peneliti Trend Asia)

Dalam official account Twitter-nya Trend Asia juga menjelaskan bahwa limbah batubara ini sangat berbahaya baik bagi lingkungan atau juga Kesehatan masyarakat. Hal ini ditinjau dari kandungan senyawa kimia mulai dari arsenik, timbal, merkuri, kromium, dan senyawa lainnya yang mana bahan tersebut dapat menurunkan kualitas lingkungan sekaligus juga menimbulkan penyakit infeksi saluran pernafasan. Terlebih bagi masyarakat sekitar PLTU Batubara. Oleh sebab itu mayoritas negara di dunia justru lebih banyak yag mengkategorikan limbah batubara sebagai Limbah B3.

Nah demikian dipahami, menyimak kedepan apakah pemerintah mendengarkan masukan aspirasi para aktivis lingkungan ini. Akan tetapi walaupun nanti regulasi ini diberlakukan harapannya pada pengawasan. Seperti yang ditegaskan oleh KLHK diatas, akan terus dilakukan pengawasan yang ketat terkhusus pada pengelolaan atau pemanfaatan limbah batubara ini supaya tidak dengan sembarangan dibuang oleh para pengusaha. (SN)

Sumber foto: Wikipedia

© 2015 - 2023 IAGEOUPN.OR.ID. All rights reserved.